Selasa, 13 November 2012

MRT Tidak Semahal yang Dibayangkan


Proyek pembangunan moda transportasi massal berbasis rel Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta memiliki skema pendanaan yang berbeda dari pembangunan MRT di Singapura. Jika selama ini mega proyek ini dikatakan sangat mahal dan tidak efisien, Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Transportasi, Soetanto Soehodo, justru menilai sebaliknya. 



Menurut Soetanto, MRT Singapura dioperasikan dengan skema government project tanpa dana pinjaman atau hibah dari pihak mana pun. Pemerintah Singapura merencanakan pembangunan MRT mulai dari infrastruktur, pembelian rolling stock seperti gerbong dan kereta, sampai akhirnya menyerahkan operasional kepada operator. 

"Jadi agak berbeda dengan kita, pembangunan menggunakan uang mereka sendiri, tidak pakai pinjaman," kata Soetanto usai melakukan pertemuan di ruang rapat Wakil Gubernur DKI Jakarta, di kantor Balaikota DKI Jakarta, Sabtu, 3 November 2012.

Soetanto menilai, skema yang dijalankan Singapura dengan sistem multi produk cukup mereportkan dari segi integrasikan sistem yang berbeda-beda. "Repot. tapi dia (MRT Singapura) bisa 
"Jadi agak berbeda dengan kita, pembangunan menggunakan uang mereka sendiri, tidak pakai pinjaman," kata Soetanto usai melakukan pertemuan di ruang rapat Wakil Gubernur DKI Jakarta, di kantor Balaikota DKI Jakarta, Sabtu, 3 November 2012.
Soetanto menilai, skema yang dijalankan Singapura dengan sistem multi produk cukup mereportkan dari segi integrasikan sistem yang berbeda-beda. "Repot. tapi dia (MRT Singapura) bisa tuh melakukan sistem itu," ujarnya.

Khusus terkait nilai investasi MRT Jakarta senilai Rp1 triliun per kilometer (Km), Soetanto mengatakan angka itu justru jauh lebih murah dibandingkan Singapura. MRT di negeri tetangga itu diyakini menghabiskan dana 2-3 kali lipat dibandingkan Indonesia. 

"Harganya bervariasi. Tapi harga yang 
Khusus terkait nilai investasi MRT Jakarta senilai Rp1 triliun per kilometer (Km), Soetanto mengatakan angka itu justru jauh lebih murah dibandingkan Singapura. MRT di negeri tetangga itu diyakini menghabiskan dana 2-3 kali lipat dibandingkan Indonesia. 
"Harganya bervariasi. Tapi harga yang current tahun-tahun ini bahkan kalau saya tidak salah, itu hampir Rp2-3 triliun per kilometer. Jauh lebih mahal disana," katanya

Bagi Soetanto, masalah murah mahalnya investasi MRT tak cukup dengan melihat angkanya semata. Setiap pembangunan MRT harus melihat kesulitan pembangunan serta penerapa teknologi. "Teknologi kita belum tentu sama dengan Singapura," terangnya.
Bagi Soetanto, masalah murah mahalnya investasi MRT tak cukup dengan melihat angkanya semata. Setiap pembangunan MRT harus melihat kesulitan pembangunan serta penerapa teknologi. "Teknologi kita belum tentu sama dengan Singapura," terangnya.
"Kalau sudah ada yang pernah ke Singapura mungkin pernah lihat keretanya nggak ada supirnya. Kereta yang seperti itu sistem signalingnya mesti sempurna dan akurat. Beda, kalau kita ada drivernya. Teknologinya beda. Itu yang menyebabkan harganya jauh lebih mahal," ujarnya.
"Kalau sudah ada yang pernah ke Singapura mungkin pernah lihat keretanya nggak ada supirnya. Kereta yang seperti itu sistem signalingnya mesti sempurna dan akurat. Beda, kalau kita ada drivernya. Teknologinya beda. Itu yang menyebabkan harganya jauh lebih mahal," ujarnya.


Diakuinya, sistem teknologi yang digunakan MRT Singapura sudah sangat canggih. Maklum, negeri singa tersebut telah mengoperasikan moda transportasi massal itu sejak lebih dari 20 tahun lalu.
Kontoversi biaya MRT Jakarta dalam beberapa minggu terakhir ini seolah mendominasi berita tentang Jakarta di berbagai media nasional. Baik media cetak maupun online mengutip hasil kajian MTI mengenai biaya MRT per kilometer yang dipandang lebih mahal dibandingkan dengan biaya MRT sejenis di Asia dan Amerika Latin. Persoalan menjadi muncul pada saat ada keraguan dari berbagai pihak mengenai kredibilitas data tersebut dengan pertanyaan mengenai perbedaan data dasar, nilai biaya, karakteristik wilayah dan kondisi geografis, panjang jaringan, serta persentase bagian trase yang dibawah tanah atau underground.
Bagi MTI, kekhawatiran terbesar diskusi masalah harga ini adalah bahwa justru pembahasan akan terjebak pada mencari konsensus harga satuan yang tepat untuk MRT Jakarta. Pembahasan seharusnya diarahkan pada esensi tatakelola implementasi yang justru penting untuk mensukseskan proyek ini dan melindunginya dari “moral hazard”.
Namun demikian, untuk menjawab keinginan banyak pihak, baiklah saya akan mencoba menjelaskannya secara sederhana sehingga bisa dipahami lebih kontekstual. Saya sendiri telah menulis opini mengenai isu tata kelola, komunikasi publik, dan upaya meningkatkan kemanfaatan MRT dalam artikel di Majalah Tempo.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar